Cericau @nengtatix & @respatiaffandi

Cericau @nengtatix & @respatiaffandi

Ketika ''Soekarno-Inggit'' Bertaut

Share


Ke Bekasi besok Sabtu! Entah apa yang terlintas dalam benak pikirku saat itu. Yang ku tahu Minggu besok hari libur nasional, dan itu sama saja koran tidak terbit. Bagi pekerja  media sepertiku, moment seperti itu sangatlah jarang.



Namun tunggu dulu, aku tak boleh begitu saja riang. Aku harus mencari cara agar bisa libur dua hari. Tidak mungkin juga ke luar kota, masa cuma sehari. Dalam posisi seperti itu selalu saja ide-ide nakal menari-nari di alam pikirku.

''Kenapa aku tidak izin saja sama bos, kalau ada keperluan keluarga di Bogor,'' pikirku dalam hati.

Meskipun begitu, ide liar itu tidak begitu saja aku ungkapkan. Aku harus menunggu moment yang tepat. Tuhan Maha Rencana, begitulah yang sering kau bisikkan padaku. Memang rencana Tuhan tak ada yang tahu. Dalam hitungan jam pun aku sudah ada di hadapanmu.



Stasiun Bekasi Kota

''Ini Stasiun apa mas?'' tanyaku pada teman sebangku di kereta.
''Stasiun Bekasi mba,'' katanya.

Aneh juga ya stasiunnya. Kenapa aneh? Aneh saja, tak seperti stasiun pada umumnya.
Stasiun ini lebih terbuka, sehingga banyak orang mudah keluar masuk tanpa harus tunjukkan tiket perjalanan. Karena itu pun, kamu bisa menunggu kedatanganku di dalam stasiun.

''Sayang sudah sampai?'' tanya mu dari balik ponsel mungil itu.
''Ya sayang, kamu dimana'' jawabku.
''Ya sudah tunggu saja di situ,'' katamu.

Lagi-lagi aku tidak sigap dan kamu pun behasil mengagetkanku dari belakang. Muka letih karena efek begadang tersirat, dan kau pun tak bisa sembunyikan itu. Mengenakan jaket putih, tanganmu melingkar di pinggangku.

Senyum manis dari balik bibir mungilmu cukup menenangkanku. Tak usah khawatir, demikian yang coba kau yakinkan padaku lewat senyumanmu itu. Sejenak kemudian, sepeda motor yang kau pinjam dari abangmu melaju menuju kontrakan di Jl Veteran atau tepatnya di belakang kantor Polrestabes.

Sebelumnya kau ingin mengajakku bertemu Bang Irvan, sosok seniman yang sering kau sebut dalam setiap obrolan kita di tengah malam. Entah kenapa pagi itu aku tak percaya diri bertemu orang lain dengan muka kucel dan bau badan yang mungkin tak sedap.

''Mampir kontrakan dulu saja ya, badanku gerah mau mandi. Apalagi mukaku kucel begini,'' tolakku halus.

Menyusuri gang-gang kelinci, tidak berbeda dengan bayanganku perkampungan di kota metropolitan. Petak rumah memanjang yang tak jauh dari Sungai Kalimalang itulah kau tinggali sehari-hari bersama kakakmu yang juga berprofesi sama denganku.

''Bersih juga, rapi dan nyaman,'' ucapku.
''Berantakan, ini koran kompas yang sebulan belum aku kliping,'' katamu seraya menunjukkan tumpukan koran di atas almari baju. (bersambung :p)


















































0 komentar:

Posting Komentar