Cericau @nengtatix & @respatiaffandi

Cericau @nengtatix & @respatiaffandi

Merdeka Itu Semangat Multikultural

Share

-Pemutaran Perdana Film ”Soegija”

DIALOG FILM SOEGIJA: Sutradara Film Soegija Garin Nugroho bersama Romo Isworohadi (kiri), Produser Film Romo Murti Hadi Wijayanto (kedua kiri), Bagian Operasional Film (kedua kanan) Seno dan Pimpinan Keuskupan Agung Semarang Romo Yohannes Pudjo Samarta (kanan) menjadi narasumber dalam dialog Film Soegija di E-Plaza, Senin (21/5). Kegiatan itu dilanjutkan pemutaran perdana film Soegija dalam moment peringatan hari Kebangkitan Nasional. (suaramerdeka.com/Hartatik)
APA  artinya menjadi bangsa merdeka jika tidak bisa mendidik diri sendiri? Nukilan dialog dari film Soegija ini sungguh menggelitik. Betapa tidak, ungkapan itu muncul di saat bangsa ini sudah merdeka selama 67 tahun.

Garin Nugroho, sutradara film kolosal ini ingin menguji apakah nasionalisme di negeri ini benar-benar sudah pudar. Lewat film tersebut  Garin juga ingin membangkitkan semangat multikultural.
”Bukankah keberagaman dalam keberagamaan itu indah. Di masa itu, perayaan ideologi dan keagamaan disambut luar biasa. Lantas kenapa kini untuk menyambut hari besar keagamaan, harus perlu perlindungan,” sindir Girin saat pemutaran perdana film Soegija, di E-Plaza, Senin (21/5).
Pemutaran film yang melibatkan 2.775 pemain dan menelan dana Rp 12 miliar itu dihadiri puluhan romo paroki se-Kevikepan Semarang, pimpinan keluarga kategorial, dan pimpinan kongregasi. Sebelum film berdurasi 90 menit ini diputar, digelar dialog film Soegija yang menghadirkan Eksekutif Produser Romo Isworohadi, Produser Film Romo Murti Hadi Wijayanto, Bagian Operasional Film Seno, Uskup Agung Semarang Mgr Johannes Pujasumarta, dan Sutradara Film Garin Nugroho.

Menurut Garin, sosok Uskup Soegijapranata tidak terlalu populer bagi anak muda. Namun melalui dialog-dialog menggelitik sepanjang film, Garin yang akrab disapa Pak Ustadz ini sengaja menimbulkan imaji-imaji dan membangkitkan metafor-metafor yang mengandung banyak arti. Seperti pesan Soegija kepada salah seorang gerilyawan bernama Lantip berikut ini. ”Kalau mau jadi politikus, harus punya mental politik. Jika tidak punya, politikus hanya jadi benalu negara.”
Soegija sendiri, merupakan uskup pribumi pertama di Indonesia yang diangkat Vatikan pada 1940. Soegija diangkat di tengah situasi gejolak perang Asia Pasifik, ketika harapan tumbuhnya keadilan disertai berbagai bentuk kekerasan dan penderitaan yang melibatkan bangsa-bangsa dunia. Di tengah situasi penuh kekacauan di Semarang, dia berusaha memandu religiusitas dalam perspektif nasionalisme yang humanis.

Bukan Kristenisasi
Soegija menjalankan silent diplomacy, melakukan perundingan damai yang melibatkan sekutu di tengah pertempuran lima hari di Semarang. Dalam perjuangannya, nilai-nilai humanis kental diserukan karena di masyarakat masih terdapat fatalisme, fanatisme, chauvinisme, egoisme yang mengganggu kehidupan bermasyarakat. Meski mengangkat tokoh nasrani, Garin menegaskan film ini bukan kristenisasi.
”Ini bukan film keagamaan tapi kebangsaan. Pada lead film ini cocok dengan isu-isu kekinian, seperti merdeka itu adalah multikulkturalisme,” imbuhnya.
Sementara itu, Uskup Agung Mgr Johannes Puja mengatakan, film ini merupakan kado teristimewa di mana Keuskupan Agung Semarang menginjak usia ke-72. Menonton film ini, lanjutnya, sama saja memiliki semangat Soegijapranata. Film Soegija sendiri, akan diputar serentak pada 7 Juni mendatang. (Hartatik-68)

0 komentar:

Posting Komentar